Fiqh Ulil Amri : Perspektif Muhammadiyah
Dibaca: 4269
Dalam ungkapan ‘Abduh di atas tampak bahwa perbedaan pendapat sangat mungkin terjadi dalam pemahaman terhadap nash, bukan dalam mematuhi nash. Dalam masalah hadits tentang tata cara untuk mengetahui awal Ramadhan dan awal Syawal, persoalannya bukan pada masalah patuh atau tidak patuh pada petunjuk Rasul tersebut, tetapi tentang bagaimana memahami hadits tersebut. Menurut pandangan Muhammadiyah, hadits itu ada ‘illatnya, yaitu karena umat pada masa itu belum mempunyai cara lain untuk mengetahui awal bulan kecuali dengan melihat hilal. Kalau gagal melihat hilal karena mendung, maka bulanyang sedang berjalan itu digenapkan 30 hari. Sekarang, ilmu astronomi sudah demikian maju, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui awal bulan. Oleh sebab itu Muhammadiyah yakin tidak melanggar sunnah tatkala menggunakan hisab hakiki untuk menentukan awal bulan.
- Makalah ini disampaikan dalam Sarasehan dan Sosialisasi Hisab Rukyat Muhammadiyah, yang diadakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta, Kamis 4 Sya'ban 1434 H/ 13 Juni 201
- Guru Besar Ulumul Qur'an Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010-2015.
- M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2000), Volume 2, hlm. 4
- Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq (Yogyakarta: LPPI UMY, 2011), hlm. 248-249
- Al-Hâfizh ‘Imâd ad-Dîn Abû al-Fadâ’ Ismâîl Ibn Katsîr al-Qurasyi ad-Dimasyqi, Tafsîr al-Qur’an al-‘Azhîm (Riyâdh: Dâr ‘Alam al-Kutub, 1997), jld 2, hlm. 3
- As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr Al-Qur’an al-Hakim (Tafsir al-Manâr), (Beirut: Dâr al-Fikr,1973), jld 5, hlm. 147.
- Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, 5: 147
Tags: ulil amri, puasa, yunahar ilyas
Arsip Berita