PWM Sulawesi Selatan - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Sulawesi Selatan
.: Home > Majelis

Homepage

Majelis

BADAN PEMBANTU PIMPINAN

PIMPINAN WILAYAH MUHAMMADIYAH SULAWESI SELATAN

PERIODE 2010 – 2015

 

1.    Majelis Pemberdayaan Masyarakat

Nama

Jabatan

Drs. H. M. Husni Yunus, M.Pd.I.

Ketua

Drs. Sukardi Mulyadi, M.Si.

Wakil Ketua

“SETIAP anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi,” demikian kutip sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim

 

Fitrah Allah  maksudnya ciptaan Allah. Sebab manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan sosial. Jadi gharizah tadayyun adalah permanen, kecenderungan kepada kekafiran adalah susulan.

 

Batasan agama yang lurus menurut arahan Allah SWT dan Rasulullah SAW diatas  menggunakan terma fitrah, sedangkan agama yang lain menggunakan istilah Yahudi, Nasrani dan Majusi. Maka, makna fitrah yang benar adalah Islam itu sendiri. Agama yang melekat dalam diri manusia sejak di alam rahim ibu.

 

Al-Quran mengatakan, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus (dinul qayyim), tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Rum (30) : 3).

 

Sebelum menjadi janin, manusia sudah bersyahadat di hadapan Allah SWT. Ketika lahir diingatkan ulang kalimat tersebut di telinga kanan dengan suara adzan dan di telinga kiri dengan suara iqamat. Agar dalam kehidupan yang penuh ujian nanti, tidak sampai tergoda/tergelincir/terperosok ke dalam jurang kehancuran (darul bawar), dan meninggalkan Islam. Baik, diuji dengan jabatan, kekayaan dan ilmu.

 

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”85pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify: kashida;text-kashida:0%" class="MsoTitle">Wakil Sekretaris

Ir. Hurriah Ali Hasan, ME.

Wakil Sekretaris

Drs. H. Mahung Sangaji, M.Pd.I.

Bendahara

Ir. Ahmad Rayhan

Wakil Bendahara

Ir. H. Ambo Enre BS, MS.

Anggota

Ahmad Sudirman Kambie, SS.

Anggota

Drs. Wanhar Sukma, M.Pd.

Anggota

H. Ali Akbar, S.Ag.

Anggota

 

2.    Majelis Pustaka dan Informasi

Nama

Jabatan

Drs. H. Waspada Santing, M.Sos.I., M.H.I

Ketua

Drs. Muhammad Syarif Bando, M.M.

Wakil Ketua

Drs. Asnawin

Wakil Ketua

Hadi Saputra, S.Pd.

Drs. Mukti Malik

Bendahara

Alfan Amin, A.Ma.

Anggota

Fajrul Rahman Jurdi, SH.

Anggota

Nur Ihsan D, S.S.

Anggota

Arifuddin Tike

Anggota

 

3.    Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah

emperbanyak jumlah istri atau gundik dan senang mengisap candu. Sedangkan rakyatnya, hidup menderita. Semakin memburuklah kondisi masyarakat saat itu.
Keterpurukan kehidupan ekonomi di Surakarta, Jogyakarta, dan Semarang tambah parah dengan adanya huru hara anti-Cina pada Juli 1912. Pemerintah kolonial Belanda menuduh Sjarikat Dagang Islam sebagai dalang huru hara anti-Cina. Sjarikat Dagang Islam Hadji Samanhoedi kemudian dikenai schorsing pada Agustus 1912 M. Akibat tidak menerima schorsing tersebut, massa buruh Sjarikat Islam menjawab dengan pemogokan di Surakarta.
Kondisi memperihatinkan dan carut-marut ini kemudian mengilhami KH.Ahmad Dahlan (1285-1342 H/1868 -1923 M) mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada 18 November 1912, Senin Legi, 7 Dzulhijjah 1330 H. Dahlan terpanggil hatinya menjawab tantangan kemiskinan struktural masyarakat Muslim korban penindasan sistem Tanam Paksa. Dengan merujuk pada surah Al-Maun (QS107: 1-7) berusaha membangkitkan kesadaran solidaritas kaum Muslim terhadap sesama Muslim yang menderita, terutama anak-anak yang fakir miskin dan yatim piatu dengan melakukan pembangunan Panti Yatim Piatu. Selanjutnya membentuk Majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem (MPKO) pada 1336 H/1918 M. untuk mengurus kaum dhu`afa.
Muhammadiyah juga membangkitkan kesadaran wanita membentuk organisasi kewanitaan berbama Sopotrisno diprakarsai Nyi Ahmad Dahlan. Atas usul Hadji Mochtar, nama Sopotrisno diubah menjadi Aisyiah pada 28 Jumadil Akhir 1335 H./21 April 1917 M. Satu tahun kemudian membentuk organisasi untuk pembinaan gadis-gadis yang diberi nama Siswa Pradja Wanita pada 1336 H/1918 M. dan diganti nama menjadi Nasji’atoel Aisyiah pada 1348 H/1929 M. Kemudian mendirikan sekolah-sekolah yang memiliki ciri khas pengajaran agama dan umum.
Demikian penjelasan Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku “Api Sejarah” halaman 419-440. Dalam buku yang diterbitkan Salamadani, 2009, ini Ahmad Mansur menguraikan bahwa strategi dakwah Muhammadiyah cenderung akomodatif dengţţ…°dÄ09˙ %˙˙˙˙˙˙˙˙`( Ą™˙˙˙˙˙˙˙˙Mu8Mu899;  ?@    BŚtŕ, ü \ Ü @ đ ` \ ś đ , € ÄXĐ4 !Đ#D$°%'( kashida;text-kashida:0%" class="MsoTitle">Ir. Abdurrakhim Nanda, MT.

Nama

Jabatan

Drs. H. Tamrin Taha, M.Pd.

Ketua

Drs. H. Muhlis, M.M.

Wakil Ketua

Drs. H. M. Natsir, M.Si.

Pantja Nurwahidin, S.Pd., M.Pd.

Wakil Sekretaris

Drs. H. Hidayat Ismail, M.Si.

Wakil Sekretaris

Drs. Samir Patsam

Wakil Sekretaris

Drs. Laspada Latief

Bendahara

Wakil Ketua

Drs. H. Sulaiman Gosalam, M.Si.

Wakil Ketua

Ilham Hamid, S.Ag., M.Pd.I.

Sekretaris

Ir. Nurdin, MS

Wakil Sekretaris

Drs. M. Sofyan Tahir

Bendahara

Drs. Andi Aras, M.Ag.

Wakil Bendahara

Drs. H. Burhanuddin Kadir, M.Pd.I

Anggota

Drs. Kusnadi Ali Patada, M.Ag.

Anggota

Dr. Arifuddin, M.Ag.

Anggota

Drs. Abd. Malik Wello, M.Ag.

Anggota

Dr. H. Mahmuddin, M.Ag.

Anggota

 

5.    Majelis Tarjih dan Tajdid

Nama

Jabatan

Drs. K.H. Jayatun, M.A.

Ketua

Dr. H. Muslimin Kara, S.Ag., M.Ag.

Wakil Ketua

Dr. H. Kasyim, SH., M.Th.I.

Wakil Ketua

Dr. Abdillah Mustari, S.Ag., M.Ag.

Sekretaris

Dr. Muh. Sabri AR, M.Ag.

Wakil Sekretaris

H. Lukman Abd. Samad, Lc.

Wakil Sekretaris

H. Buhari

Bendahara

Drs. Burhanuddin AN

Wakil Bendahara

Drs. Anwar Rahman, M.HI.

Anggota

Drs. H. Yusmi Hakim, SH.

Anggota

Drs. A. Rahim Razak, M.Pd.

Anggota

H. Ahmad Said, Lc., MA.

Anggota

 

6.Sekretaris

Sulaeman Badra, S.Si., M.Kes, Apt.

Wakil Sekretaris

Muhiddin Badollah, SE.

Wakil Sekretaris

dr. Nikmatia Latief, Sp. Rad.

Bendahara

dr. Irfan

Wakil Bendahara

dr. H. Hisbullah, Sp. An.

inya sendiri justru tidak melakukan kebaikan. Setiap orang yang berkata apalagi seseorang yang menerjunkan diri pada dunia ‘ceramah’, tentu harus selalu mengingat Firman Allah surat Ash-Shaff ayat 2 dan 3: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

            Kehidupan seorang ustad tidaklah terkesan glamour, wah dan mewah, tidaklah ingin disanjung-sanjung bak selebriti, tidaklah ingin disorot-sorot kamera seperti para artis. Kehidupan ustad adalah kehidupan yang sederhana tapi bersahaja, hidupnya tidak sombong, mereka tawadu, rendah hati tinggi budi, bukan sebaliknya tinggi hati rendah budi, selalu tertanam dalam dirinya ketakutan yang luar biasa akan dipuja-puji oleh para penggemarnya. Motivasi seorang ustad senantiasa ikhlas (taujiihul ‘ibaadah libtighaai mardhaatillaah/yang dituju hanya keridhaan Allah). Yang diharap bukan ‘limpahan’ uang atau materi, bukan mengharap amplop dan oleh-oleh dari yang mengundangnya, bukan motivasi duniawi yang dicari, tapi justru motivasi ukhrawi. “Cause Allah is always by your side (Allah selalu di sisimu),” begitulah kata Maher Zain dalam syairnya yang berjudul Insya Allah.  Firman Allah: “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam).” (QS. Al-An’am ayat 162)

Ustad adalah sang pencerah, artinya membuat hati para mustaminya tercerahkan, bukan malah membuat mustaminya menjadi marah atau melakukan tindakan brutal/anarkisme. Ustad memberi solusi terhadap masalah, bukan menambah masalah. Setiap olahan kata-katanya menusuk hati dan menjadi motivasi. Ustad memberi kabar gembira, bukan kabar buruk. Ustad sukses menghadirkan kedamaian dan ketenangan bagi umat, bukan malah memunculkan ketidaknyamanan dan keributan. Ustad yang sukses adalah manakala kehidupan umat yang mendengarkan dan memperhatikannya berubah ke arah kebaikan. Kesuksesan ustad juga ditandai dengan setiap kata-kata baiknya yang diucapkan dalam ceramahnya selalu ‘hadir’ dalam setiap gerak langkah kehidupannya.  

Surat Al-An’am ayat 162 di atas, Surat Ali-Imran ayat 104 (Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung), dan surat An-Nahl ayat 125 (Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk), selalu menjadi sandaran dalam setiap dakwahnya.

Dengan demikian, semoga dengan kehadiran para ustad di tengah-tengah kehidupan kita menjadi semacam trigger (pemicu dan pemacu), khususnya bagi ustad sendiri dan umumnya bagi setiap insan, untuk hidup lebih baik lagi, kembali ke jalan Allah, dan sebagai penyemangat dan ghirah (spirit) untuk berlomba-lomba dalam kebajikan (ber-Fastabiqul Khairaat).

(Dimuat di Koran Radar Tasikmalaya)

Ilam Maolani[·T@vpdmTeladan KeagamaaI; ŐĚl ILABEL BIASA, MUTU LUAR BIASAâ

Gonjang-ganjing tentang perlunya distop pendirian sekolah berlabel RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) yang baru cukup menggelitik penulis. Di satu sisi proyek RSBI berasal Kementerian Pendidikan Nasional, namun di sisi lain justru pejabat yang ada di Kementerian Pendidikan Nasional sendiri, dalam hal ini Pusat Penelitian dan Kebijakan Balitbang Kemendiknas, yang merekomendasikan kepada Mendiknas M. Nuh untuk menghentikan kemunculan RSBI yang baru (Lihat Koran Radar Tasikmalaya, edisi tgl 15 dan 16 Maret 2011). Namun demikian penulis tidak akan menyoroti tentang ‘gonjang-ganjing’ itu, biarlah pihak yang berkepentingan, dalam hal ini Kemendiknas, yang mencari solusi terbaik dari hasil evaluasi Pusat Penelitian dan Kebijakan Balitbang Kemendiknas. Dalam kesempatan ini, penulis hanya mencoba mengkaji secara sederhana tentang tidak terlalu pentingnya ‘label’ sekolah, yang justru lebih penting dan strategis adalah bagaimana setiap sekolah mampu menghasilkan lulusan yang bermutu tanpa memandang ‘label’ sekolah yang bersangkutan.   

Pada awalnya sekolah didirikan sebagai pelengkap dan pembantu pendidikan di lingkungan keluarga. Sekolah dibutuhkan karena orangtua sibuk bekerja, terbatas dalam ilmu mendidik, sempit dalam waktu luang, dan lain-lain. Dalam perkembangannya, kini sekolah menjelma seakan-akan menjadi lembaga pendidikan ‘utama’ bagi anak. Di zaman sekarang, sekolah, baik dalam jalur pendidikan formal, informal, maupun non formal, tumbuh secara pesat. Sekolah berlomba-lomba mengeksistensikan diri sebagai sekolah yang mampu menarik minat orangtua, sehingga orangtua merasa tertarik untuk menitipkan anaknya ke sekolah tersebut. Label sekolah pun bermunculan, seperti: negeri, swasta, SSN (Sekolah Standar Nasional), RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional), SBI (Sekolah Berstandar Internasional), dan lain-lain. Apapun labelnya, yang jelas, pada setiap sekolah diharuskan mempunyai fasilitas atau sarana dan prasana yang dapat mendukung berlangsungnya proses pembelajaran. Dari label dan ketersediaan fasilitas yang ada pada sebuah sekolah, maka dalam pandangan penulis, timbul istilah sekolah ‘biasa’ dan sekolah yang ‘tidak biasa’. Sekolah ‘biasa’ salah satunya selalu diidentikan dengan sekolah yang serba miskin fasilitas; sedangkan sekolah yang ‘tidak biasa’ dimaknai sebagai sekolah yang serba kaya fasilitas, mempunyai sarana dan prasarana yang serba lengkap, bahkan terkadang terkesan ‘wah’ dan ‘mewah’.

Penulis mengacungkan jempol pada sekolah yang termasuk kategori ‘biasa’ tapi lulusannya mempunyai kualitas yang luar biasa. Sekolah yang minim fasilitas, namun output-nya berkualitas. Sekolah yang arealnya tidak terlalu luas, tapi semua penghuninya mempunyai hati yang ikhlas dalam mendidik anak. Sekolah yang serba sederhana, namun lulusannya mampu ‘melanglangbuana’. Sekolah yang anak didiknya pada saat masuk punya kemampuan ‘sejengkal’, tapi ketika tamat punya kemampuan ‘ribuan kilometer’. Sekolah yang anak didiknya ketika masuk punya otak ‘sampah’, tapi ketika tamat berubah menjadi otak ‘berlian’. Bisa jadi di saat masuk sekolah kepribadiannya laksana ‘cadas’, namun ketika tamat sekolah berubah drastis menjadi kepribadian ‘emas’.

Membentuk anak didik yang unggul dan berkualitas tidak selamanya tergantung pada ketersediaan fasilitas yang lengkap. Dengan fasilitas yang serba apa adanya sekolah mampu menciptakan anak didik yang sukses. Keterbatasan fasilitas tidak menyurutkan para pengelola dan pendidik dalam membentuk anak didik yang cerdas IQ, EQ, dan SQ. Keterbatasan menjadi pemicu (trigger) untuk membuktikan bahwa kekurangan itu tidak menjadi penghalang dalam mencetak generasi unggul dan bermutu. Biarlah ‘modal’ minimal, tetapi hasil maksimal. Biarlah sekolah berlabel biasa, tetapi mutu lulusannya luar biasa. Eksistensi sekolah bersifat ‘lokal’ tapi anak didiknya ‘go internasional’. Act locally, think globally. Bisa jadi letak sekolah berada di kampung atau di pinggiran kota yang jauh dari hiruk pikuk kemajuan teknologi, tetapi peserta didiknya pada mumpuni.

Lain halnya dengan sekolah yang berfasilitas lengkap. Sangatlah beruntung bagi sekolah itu jika peserta didiknya memiliki kualitas dan berdaya saing tinggi. Berarti ketersediaan fasilitas berbanding lurus dengan kualitas. Akan tetapi sebaliknya akan sangat rugi jika fasilitas yang lengkap tidak berdampak apa-apa terhadap kualitas peserta didik. Peserta didik kurang kreatif, tidak ada inovatif, tidak kompetitif, padahal sarana dan prasarana yang ada sangat komplit. Hal ini bermakna bahwa fasilitas yang serba lengkap tidak berbanding lurus dengan perolehan kualitas peserta didik. Oleh karena itu menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah yang memiliki fasilitas lengkap untuk membuktikan bahwa kelengkapan fasilitas bisa berefek positif terhadap tercapainya tujuan pendidikan.

Label sekolah biasa atau tidak biasa, negeri atau swasta, SSN atau bukan SSN, RSBI atau bukan RSBI,  tidak terlalu perlu ditonjolkan. Yang harus ditonjolkan dan diperhatikan oleh setiap pengelola dan pendidik pada sebuah lembaga pendidikan adalah bagaimana sekolah bisa mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang terdapat dalamUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, Bab II Pasal 3: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Kini saatnya marilah kita sama-sama bertanya pada diri masing-masing,”Sudahkah sekolah kita membentuk peserta didik yang berwatak dan beradab? Menciptakan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab?”Kalau jawabannya sudah, mari kita pertahankan dan tingkatkan. Akan tetapi kalau jawabannya belum, mari kita singsingkan lengan, kencangkan otot pinggang, segera berbuat dan bertindak. Kita tidak ingin disebut pengelola dan pendidik “NATO” alias No Action Talk Only. Hanya banyak bicara tidak ada kerja. Jadikan diri kita Talk less Do more, Sedikit bicara banyak bekerja. Semoga.  

(Dimuat di Koran Radar Tasikmalaya)

Ilam Maolani[·á@Épdm Label Biasa Pendidik “ Ő¤l J$SERTIFIKASI GURU DAN PROBLEMATIKANYA,

“The teacher is built, not born.” Begitulah sebuah ungkapan dalam bahasa Inggris yang artinya: “Guru itu dibentuk atau dicetak, bukan dilahirkan.” Ya, begitulah profesi guru. Sangat jarang seorang manusia yang dilahirkan dari rahim seorang ibu mempunyai bakat secara langsung menjadi guru, sehingga ia tidak perlu dididik. Akan tetapi pada umumnya seorang manusia menjelma menjadi seorang guru karena ia dididik, dibimbing, diarahkan, dibentuk, dan diberikan berbagai macam keterampilan sebagai bekal dan  modal dasar sehingga kelak ia menjadi seorang yang berprofesi guru. Untuk menciptakan seorang guru, maka manusia digodok di sebuah ‘kawah candradimuka’, yang di negara Indonesia salah satu namanya adalah perguruan tinggi. Di perguruan tinggi inilah para calon guru diberikan wawasan pengetahuan tentang ilmu mendidik dan dilatih untuk menjadi seorang guru yang terampil.

Seiring dengan daya tarik profesi guru yang semakin diminati, maka perguruan tinggi yang menyediakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) selalu diburu oleh para calon mahasiswa, pendaftarnya sering membludak. Dalam analisis penulis, semakin diburu dan membludaknya calon mahasiswa tersebut terjadi sejak tahun akademik 2006/2007, terutama sejak disahkannya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) pada tanggal 30 Desember 2005. Apalagi mulai tahun akademik 2011/2012, Kemendiknas merencanakan akan memberikan program beasiswa kepada 5.000 mahasiswa tingkat akhir yang berprestasi dan berkeinginan menjadi guru, disamping memang anggapan sebagian besar masyarakat yang memandang profesi guru merupakan pekerjaan luhur, mulia, dan terhormat.

Khusus yang berkaitan dengan UUGD, banyak memberikan efek positif terhadap profesi guru. Martabat guru semakin dihargai dan dihormati, kesejahteraannya semakin diperhatikan, terlebih lagi dengan adanya program peningkatan profesionalisme guru, yakni sertifikasi guru. Sebuah program yang menjanjikan harapan, memberikan tantangan, dan selalu ditunggu-tunggu oleh para guru yang belum terpanggil. Dalam pasal 8 UUGD disebutkan bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Tujuan utamanya adalah meningkatkan profesionalitas guru sehingga kinerjanya lebih baik dan kualitas pendidikan akan meningkat seiring dengan meningkatnya profesionalitas guru tersebut. Sebagai konsekuensi logis dari disandangnya predikat guru profesional, maka guru yang bersangkutan berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi, yaitu sejumlah uang yang besarnya sama dengan satu kali gaji pokok PNS tiap bulan. Dengan adanya tunjangan tersebut diharapkan kesejahteraan para guru meningkat dan yang lebih utama dan esensial adalah kualitas guru semakin baik dan kompetensinya semakin terasah.

Amanat UUGD yang berkaitan dengan sertifikasi guru ini didukung secara penuh oleh Pemerintah. Komitmen pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dalam meningkatkan profesionalitas guru di Indonesia ini dibuktikan dengan memberikan anggaran Rp 70 triliun hingga tahun 2016 untuk membiayai peningkatan profesionalitas guru melalui sertifikasi. Sebuah jumlah anggaran yang sangat besar dan dianggap wajar yang sedang dan akan digunakan bagi 2,7 juta guru yang saat ini ada di Indonesia.

Tujuan mulia adanya sertifikasi guru ternyata dalam tataran implementasinya menimbulkan berbagai permasalahan. Permasalahan-permasalahan ini pada umumnya dikeluhkan oleh para guru, antara lain: tidak transparannya penetapan kuota guru yang disertifikasi; banyak guru yang seharusnya berhak, justru tidak ditetapkan sebagai peserta sertifikasi; pembayaran tunjangan sertifikasi yang tidak menentu dan selalu terlambat; kalaupun tunjangan profesi pada akhirnya dibayarkan, tetapi terkadang jumlah bulan yang dibayarkan tidak utuh, harusnya 12 bulan misalnya, ternyata yang cair hanya 9 bulan; jarak waktu yang lumayan agak lama antara pengumuman kelulusan dengan penerbitan SK pencairan tunjangan profesi; khusus untuk guru agama yang merangkap guru kelas atau kepala sekolah, namanya terkadang tercantum pada kuota sertifikasi guru di Kemendiknas dan di Kementerian Agama (Kemenag); kinerja guru yang sudah disertifikasi biasa-biasa saja dan tidak menunjukkan peningkatan kinerja secara signifikan, tidak ada perubahan yang berarti, malah kinerjanya lebih rendah dari guru yang belum disertifikasi;

Masalah yang sangat mencolok adalah adanya disharmoni. Program sertifikasi telah menimbulkan terjadinya kesenjangan atau disharmoni antara guru-guru yang sudah disertifikasi dengan guru-guru yang belum. Banyak guru senior di sekolah dasar yang hanya berbekal ijazah Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang sudah bertahun-tahun mengajar tetapi tidak terpanggil untuk disertifikasi. Sementara guru baru bergelar sarjana (S-1) yang baru beberapa tahun mengajar sudah dipanggil untuk sertifikasi. Setelah proses sertifikasi bergulir celakanya tidak ada alat evaluasi atau mekanisme yang jelas dan mampu memetakan kinerja guru sebelum dan setelah disertifikasi. Yang ada hanya ancaman kalau kelak ada evaluasi kinerja guru yang sudah disertifikasi dan terbukti kinerjanya rendah, maka guru yang bersangkutan akan dicabut tunjangan profesinya. Sepertinya proses sertifikasi kurang mampu membangun etos kerja guru tetapi justru membuat para guru haus tunjangan. Aspek ini yang menyebabkan para guru seperti menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Kisah bahwa kelulusan sertifikasi diperoleh dengan curang bukanlah isapan jempol belaka. Manipulasi portofolio, kelengkapan dokumen seperti piagam, makalah dan syarat-syarat lain yang diperlukan menjadi bukti bahwa tunjangan sertifikasi jauh lebih menggiurkan ketimbang prosesnya sendiri yang harus disertai dengan kerja keras membangun kultur pendidikan.

Dengan memperhatikan berbagai problematika di atas, bukan berarti sertifikasi guru ini harus ditinjau ulang dan distop pelaksanaannya. Sertifikasi guru harus tetap berlangsung dan terus dievaluasi secara komprehensif karena program ini merupakan amanat undang-undang. Dalam tataran penerapannya ada beberapa aspek atau komponen yang harus dibenahi. Perlu diadakannya pengawasan dan pembinaan secara kontinyu terhadap kinerja para guru yang sudah disertifikasi. Khusus bagi guru yang sudah tersertifikasi, marilah kita tunjukkan kinerja yang lebih baik lagi, yakini bahwa tunjangan profesi bukan tujuan utama dan bukan segala-galanya. Semangat atau tidaknya mengajar bukan dikarenakan ada atau tidaknya tunjangan profesi. Tanamkan dalam diri sebuah keyakinan bahwa mendidik merupakan panggilan jiwa, panggilan hati nurani, yang harus bersih dari motivasi duniawi. Semoga.

(Dimuat di Koran Tribun Jabar)

Ilam Maolani[·âAäpdmSertifikasi Guru Pendidika  vJ nî vJ nvJ  vJ anvJÄ· ô¤l K!PERILAKU GILA ITU BERNAMA KORUPSIW

Tertangkapnya Nazaruddin sebagai seorang buronan yang diduga telah melakukan korupsi semakin menambah daftar panjang nama-nama koruptor di Indonesia. Mari kita mencoba untuk kilas balik pada kasus korupsi beberapa tahun ke belakang di Indonesia. Pada tahun 1998, siaran pers Transparansi Internasional (TI), sebuah organisasi internasional anti korupsi yang bermarkas di Berlin, melaporkan, Indonesia merupakan negara keenam terkorup di dunia setelah lima negara gurem yang lainnya, yakni Kamerun, Paraguay, Honduras, Tanzania, dan Nigeria. Tiga tahun kemudian, pada tahun 2001, TI telah memasukkan Indonesia sebagai negara yang terkorup nomor empat di muka bumi. Pada tahun 2002, hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang bermarkas di Hongkong, menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia, dikuntit oleh India dan Vietnam.

Pada tahun 2008, Transparency International Indonesia (TII) telah melakukan survei yang bernama Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, terhadap institusi publikdi Indonesia yang paling rawan melakukan praktik korupsi. Hasilnya, 15 institusi publik ditengarai menjadi tempat yang paling rawan melakukan praktik korupsi. Di tahun 2009, pada survei Barometer Korupsi Global (BKG) yang dilakukan oleh TII terhadap 500 responden, yaitu 300 responden berasal dari Jakarta dan 200 responden berasal dari Surabaya, yang berlangsung antara 11-20 November 2008 dan pengambilan data dilakukan mulai Oktober 2008 hingga Maret 2009, menunjukkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga terkorup di Indonesia pada tahun 2009. Kemudian diikuti Partai Politik, Peradilan, Birokrasi Sipil, Usaha dan Media.

Dalam survei BKG sebelumnya, yaitu tahun 2006 dan 2007, DPR juga selalu dinilai sebagai institusi yang korup, bersama dengan institusi peradilan, dan kepolisian. Bahkan menurut hasil survei sebuah Litbang salah satu media cetak nasional pada tanggal 1-2 April 2009, paling tidak ada lima kasus korupsi besar yang melibatkan anggota DPR, yaitu: penyelewengan proyek pengadaan alat pemadam kebakaran, pengalihan fungsi hutan lindung, alih fungsi hutan mangrove, pembelian kapal patroli, dan aliran dana Yayasan Pertamina. Kasus-kasus korupsi tersebut melibatkan anggota DPR. Data mutakhir tahun 2011 dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sampai bulan Mei tahun 2011, KPK telah memeriksa lebih dari 300 pejabat tinggi di Indonesia yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. Mereka terdiri dari anggota DPR, menteri, gubernur, bupati/walalt: solid black .5pt;mso-border-top-themecolor:text1;mso-border-left-alt:solid black .5pt; mso-border-left-themecolor:text1;mso-border-alt:solid black .5pt;mso-border-themecolor: text1;padding:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt">

Anggota

Drs. Mustakim Muhallim

Anggota

Ir. Abd. Azis Taba

Anggota

Husain Abdurrahman, S.Pd.

Anggota

Armin, S.Ag., M.Pd.I.

Anggota

 

8.    Majelis Lingkungan Hidup

rder-top: medium none; width: 119pt;" width="158"> Ulinnuha Cahya Dewi S

Nama

Jabatan

Ir. H. Darwis Lantik

Ketua

Prof. Dr. Ir. Iswara Gautama, M.Si.

Wakil Ketua

Ir. Abd. Rasyid Kallu, M.S.

Wakil Ketua

Ir. Budiman, MS.

Sekretaris

SD Muh SOKONANDI 1 III MATEMATIKA TINGKAT SD
Shafira Nur Hanifah SD Muh PAKEL  Harapan I MATEMATIKA TINGKAT SD
Olvuoleta Kartika Sonya U SD Muh SOKONANDI 2 Harapan II MATEMATIKA TINGKAT SD
       
Muhammad Mufid Addien SMP Muh 7 I MATEMATIKA TINGKAT SMP/MTs
Jurniawan Akbar Karisma P SMP Muh 4 II MATEMATIKA TINGKAT SMP/MTs
Alikha Rahma Aurea SMP Muh 4 III MATEMATIKA TINGKAT SMP/MTs
Maylina Afifah SMP Muh 1 Harapan I MATEMATIKA TINGKAT SMP/MTs
Narantaka Jirnodora SMP Muh 2 Harapan II MATEMATIKA TINGKAT SMP/MTs
       
Widyasmoro Kuncoro Jati SMA Muh 1 I MATEMATIKA TINGKAT SMA/MA/SMK
Ana Safitri SMA Muh 3 II MATEMATIKA TINGKAT SMA/MA/SMK
Rois Meda Santiaji SMA Muh 6 III MATEMATIKA TINGKAT SMA/MA/SMK
Abdussalam Askarudin SMA Muh 7 Harapan I MATEMATIKA TINGKAT SMA/MA/SMK
Nanda Nurrhmah Saputri SMA Muh 4 Harapan II MATEMATIKA TINGKAT SMA/MA/SMK
       
Dennaya Kumara SD Muh SAPEN  1 I I P A TINGKAT SD
M. Fikri Ananda Harahap SD Muh SAPEN  2 II I P A TINGKAT SD
Lauhul Mahfuzh Yudha C SD Muh GENDENG III I P A TINGKAT SD
Annisa Fitri Nugraheni SD Muh PURWODININGRATAN 2 Harapan I I P A TINGKAT SD
Hanis Putri Rasyidah SD Muh WIROBRAJAN 2 Harapan II I P A TINGKAT SD
       
Puspita Dewi SMP Muh 2 I BIOLOGI TINGKAT  SMP/MTs
Idzilla Shabrina K.W SMP Muh 2 II BIOLOGI TINGKAT  SMP/MTs
Muhammad Subhan MTs Muh KARANGKAJEN III BIOLOGI TINGKAT  SMP/MTs
Dina Fitri Rahayu SMP Muh 8 Harapan I BIOLOGI TINGKAT  SMP/MTs
Liliana Mustafiani SMP Muh 10 Harapan II BIOLOGI TINGKAT  SMP/MTs
       
Risang Wisnumurti SMP Muh 2 I FISIKA TINGKAT  SMP/MTs
Tsabit Akbar Biruni SMP Muh 3 II FISIKA TINGKAT  SMP/MTs
Andriyanto MTs Muh KARANGKAJEN III FISIKA TINGKAT  SMP/MTs
Fiki Jannati Na’ima SMP Muh 7 Harapan I FISIKA TINGKAT  SMP/MTs
Dian Heryunita SMP Muh 7 Harapan II FISIKA TINGKAT  SMP/MTs
       
Achmad Abdul Aziz SMA Muh 3 I BIOLOGI TINGKAT  SMA/MA/SMK
Aulia Mu’jizatun SMA Muh 2 II BIOLOGI TINGKAT  SMA/MA/SMK
Nuraini Wahyu Jayanti SMA Muh 1 III BIOLOGI TINGKAT  SMA/MA/SMK
Fidzah Aisyah SMA Muh 1 Harapan I BIOLOGI TINGKAT  SMA/MA/SMK
Arifah Nur Aini SMA Muh 3 Harapan II BIOLOGI TINGKAT  SMA/MA/SMK
       
Masna Mustaghfiroh SMA Muh 1 I FISIKA TINGKAT  SMA/MA/SMK
Arum Agustina SMA Muh 5 II FISIKA TINGKAT  SMA/MA/SMK
Andrian Oktadhitama N SMA Muh 4 III FISIKA TINGKAT  SMA/MA/SMK
Nurlaili Munawaroh SMA Muh 3 Harapan I FISIKA TINGKAT  SMA/MA/SMK
Cinda Ayu Maulina Putri SMA Muh 4 Harapan II FISIKA TINGKAT  SMA/MA/SMK
       
Banun Ma’rifah SMA Muh 2 I KIMIA TINGKAT   SMA/MA/SMK
Oktiana Sekar Palupi SMA Muh 1 II KIMIA TINGKAT   SMA/MA/SMK
Khairunnisa SMA Muh 3 III KIMIA TINGKAT   SMA/MA/SMK
Jengha Mayafani SMA Muh 7 Harapan I KIMIA TINGKAT   SMA/MA/SMK
Setiyo Pambudi SMA Muh 4 Harapan II KIMIA TINGKAT   SMA/MA/SMK
       
Latifa Aulia Wardah SMA Muh 7 I AKUNTANSI TINGKAT   SMA/MA/SMK
Rizza Setia Putri SMA Muh 2 II AKUNTANSI TINGKAT   SMA/MA/SMK
Zahrawaani Futri Astuti SMA Muh 2 III AKUNTANSI TINGKAT   SMA/MA/SMK
Shiela Sabena SMA Muh 3 Harapan I AKUNTANSI TINGKAT   SMA/MA/SMK
Dewi Pratiwi SMK Muh 1 Harapan II AKUNTANSI TINGKAT   SMA/MA/SMK
       
Raehan Rahmat Fadilah SD Muh KARANGKAJEN 1 I T I K TINGKAT   SEKOLAH DASAR
Faiq Fadillah SD Muh SAPEN  1 II T I K TINGKAT   SEKOLAH DASAR
Farras Arsy Addarauqutni SD Muh SAPEN  2 III T I K TINGKAT   SEKOLAH DASAR
Herminindya Rifa P SD Muh WIROBRAJAN 3 Harapan I T I K TINGKAT   SEKOLAH DASAR
Muhammad Ridwan Anggita SD Muh SURONATAN Harapan II T I K TINGKAT   SEKOLAH DASAR
       
Gigih Iksan Wendrahannata SMP Muh 3 I T I K TINGKAT   SMP/MTs
Rangga Aulia Rahman SMP Muh 3 II T I K TINGKAT   SMP/MTs
Hanifah Luthfi Aliyyah SMP Muh 4 III T I K TINGKAT   SMP/MTs
Muhammad Yusuf Musa SMP Muh 7 Harapan I T I K TINGKAT   SMP/MTs
Ayu Bayinah SMP Muh 2 Harapan II T I K TINGKAT   SMP/MTs
Raesa Aji Pamungkas SMK Muh 2 I T I K TINGKAT   SMA/MA/SMK
Fajar Nur Rahmad SMA Muh 3 II T I K TINGKAT   SMA/MA/SMK
Zainal F. Pratama SMA Muh 1 III T I K TINGKAT   SMA/MA/SMK
Falah Agung Anggara SMA Muh 1 Harapan I T I K TINGKAT   SMA/MA/SMK
Fadiyah Daeswara SMA Muh 2 Harapan II T I K TINGKAT   SMA/MA/SMK
Jauhar Wibisono SD Muh SAPEN  1 I BAHASA INGGRIS  TINGKAT   TINGKAT SD
Dyah Ayu Sekar K.P. SD Muh SAPEN  2 II BAHASA INGGRIS  TINGKAT   TINGKAT SD
Rahmani Avicena Majidi SD Muh GENDENG III BAHASA INGGRIS  TINGKAT   TINGKAT SD
Vanya Putri Damayanti SD Muh SAGAN Harapan I BAHASA INGGRIS  TINGKAT   TINGKAT SD
Rifky Al-Ridhwan SD Muh KAUMAN Harapan II BAHASA INGGRIS  TINGKAT   TINGKAT SD
       
Tiaraizza Cempaka Putri SMP Muh 2 I BAHASA INGGRIS  TINGKAT   SMP/MTs
Ramadhana Suryapraja SMP Muh 8 II BAHASA INGGRIS  TINGKAT   SMP/MTs
Mutia Noor Arsa

Anggota

Abd. Haris, SKP

Anggota

Drs. H. Muh. Sirajuddin

Anggota

M. Alwi Maddeppungeng

Anggota

 

11. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan

 

Nama

Jabatan

Andi Syarifuddin, SH.

Ketua

Drs. H. Darul Aqsa Hadi, SH., MH.

Wakil Ketua

M. Riady Jufri, SH.

Wakil Ketua

Ir. Muh. Ridwan

Sekretaris

Najamuddin, SH.

Wakil Sekretaris

H. Haeruddin Rahim, SH.

Wakil Sekretaris

Ahmad Afif

Bendahara

Supriono, SH.

Wakil Bendahara

Muh. Thahir, SH.I., MH.

Anggota

Abd. Muthalib, SH.

Anggota

Ir. Sahid

Anggota

Arman

Anggota

 

12. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan

Nama

Jabatan

H. Abd. Rahman Rahim, SE., MM.

Ketua

Irman Yasin Limpo, SH.

Wakil Ketua

Dr. Nasrullah, M.Sc.

Wakil Ketua

Drs. Nasruddin Budiman, M.Si.

Wakil Ketua

A. Jam’an, SE., M.Si.

Sekretaris

Mahmud Nuhung, S.E., M.Ei.

Wakil Sekretaris

Drs. Mukhtar Tahir, M.Si.

Wakil Sekretaris

Drs. H. Tahir Taro

Bendahara

Drs. Ismail Nurdin Azrun, MBA.

Anggota

Zulkifli Nurdin, S.Ip., SH., M.Si.

Anggota

Drs. H. Hasan Basri Ambarala, M.Si.

Anggota

H. Suherman, SE., MM.

Anggota


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website