Kajian Ramadhan
Tulisan yang terdapat dalam Kajian Ramadhan ini adalah tulisan yang ditulis Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag. (Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan) yang telah diturunkan secara berseri selama bulan Ramadhan 1432 H di Harian Tribun Timur.
Semoga Bermanfaat !!!
Hari I : 1 Ramadhan 1432 H / 1 Agustus 2011 M
01. MARHABAN YA RAMADHAN
Dewasa ini, setiap kali memasuki bulan suci Ramadhan, ada berbagai cara yang dialkukan oleh umat Islam, khususnya di Indonesia untuk menunjukkan kegembiraannya. Di setiap sudut jalan terlihat spanduk dengan berbagai variasi tertulis marhaban ya ramadhan. Demikian pula yang dikirim melalui pesan singkat, SMS, MMS dan semacamnya kepada segenap keluarga, sahabat, rekan kerja, dan bahkan hanya teman melalui facebook dan twitter dengan pengantar yang sangat menyejukkan dan membahagiakan. Namun di sisi lain, uacapan dan perilaku pada bulan Ramadhan kadang betentangan dengan makna ucapan: “Marhaban Ya Ramadhan.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "marhaban" diartikan sebagai "kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)." Ia sama dengan ahlan wa sahlan yang juga dalam kamus tersebut diartikan "selamat datang." walaupun keduanya berarti "selamat datang" tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan ahlan wa sahlan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, melainkan "marhaban ya ramadhan".
Ahlan terambil dari kata ahl yang berarti "keluarga", sedangkan sahlan berasal dari kata sahl yang berarti mudah dan juga berarti "dataran rendah" karena mudah dilalui, tidak seperti "jalan mendaki". Ahlan wa sahlan, adalah ungkapan
selamat datang, yang dicelahnya terdapat kalimat tersirat yaitu, "anda berada di tengah keluarga dan melangkalkan kaki di dataran rendah yang mudah."
Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti "luas" atau lapang", sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan dada lapang, penuh kegembiraan serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. dari akar kata yang sama dengan "marhaban", terbentuk kata rahbat yang antara lain berarti "ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan." Bulan Ramadhan laksana terminal tempat singgah untuk menambah bekal perjalanan, memenuhi segala kebutuhan untuk perjalanan selanjutnya, memperbaiki bilamana ada hal yang rusak dan mengganti jiga kerusakan tersebut sudah parah. Setiap penumpang berharap bisa singgah di terminal. Oleh karena itu, berbahagialah orang-orang yang dapat bersama bulan Ramadhan.
Marhaban ya Ramadhan berarti "selamat datang Ramadhan" mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya "mengganggu ketenangan" atau suasana nyaman kita. Marhaban ya Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah Swt.
Perjalanan menuju Allah Swt. khususnya di bulan Ramadhan harus menelusuri gunung yang tinggi (al-Aqabah) terjal dan penuh rintangan (hawa nafsu). Di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak perampok yang mengancam, serta Iblis yang merayu agar perjalanan tidak dilanjutkan. Jika seseorang tidak dapat dapat bertahan, maka orang tersebut akan berhenti di perjalanan atau kembali ke tempat semula, dan/atau jauh ke jurang. Mereka itulah yang kadang-kadang baru tiga hari tidak bisa melanjutkan amaliyah Ramadhan-nya dan bahkan ada yang dengan sengaja menodai kemuliaan Ramadhan, naudzu billah min dzalik.
Untuk itu, menyambut Ramadhan memerlukan tekad yang membaja, istiqamah dalam aqidah, sungguh-sungguh dalam beribadah, dan membiasakan akhlak yang mulia. Mari menelusuri jalan, memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan Ramadhan dengan salat dan tadarrus, serta ibadah lainnya. Semoga kita dapat melihat cahaya benderang, jelas rambu-rambu jalan, sehingga tampak tempat-tempat indah untuk berteduh dan telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga; perjalanan tetap dapat dilanjutkan bersama kendaraan ar-Rahman mengantar sang musafir bertemu kekasihnya, Allah swt. Wa Allah A’lam bi al-Shawab.
Hari II : 2 Ramadhan 1432 H / 2 Agustus 2011 M
02. Meraih keISTIMEWAAN RAMADHAN
Bulan Ramadhan adalah bulan yang memiliki berbagai keistimewaan, sehingga dinamai pula dengan berbagai gelar. Antara lain, ia dinamai sayyidu al-syuhur (penghulu daripada bulan-bulan) dan syahrun mubarak (bulan yang penuh berkah). Pada bulan ini, khususnya di Indonesia menjadikan umat Islam menunjukkan ketaataanya dan kesungguhannya menjalankan ajaran Islam yang cukup signifikan. Sehari atau beberapa hari sebelum Ramadhan, masjid-masjid pada umumnya masih sunyi, tidak terlalu banyak terdengar suara tadarrusan ataupun iabadah lainnya. Namun, saat Ramadahan datang seluruh masjid, baik di kota maupun di desa-desa tampak sesak dipenuhi jamaah dan bahkan ada yang shalat di halaman masjid. Fenomena ini menunjukkan betapa antusias umat Islam menjalani ibadah di bulan Ramadhan.
Hanya saja, kondisi tersebut – jika berkaca pada tahun-tahun sebelumnya – kurang yang bertahan sampai idul fithri tiba dan bahkan tidak sedikit justeru perilakunya menodai kemuliaan bulan suci Ramadhan. Mengapa terjadi demikian? Apakah bulan Ramadhan dipahami sebagai penyuci dosa sehingga seseorang yang merasa dirinya sudah bersih enggan lagi beribadah, ataukah Ramadhan tidak berarti apa-apa untuk dirinya, atau berbagai alasan lain.
Di dalam al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan dan Al-Quran turun pada malam Qadar (Q.s. al-Qadar [97]:1), “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada Lailat Al-Qadr.” Ini berarti bahwa di bulan Ramadhan terdapat malam Qadar itu, yang menurut Al-Quran lebih baik dari seribu bulan. Para malaikat dan Ruh (Jibril) silih berganti turun seizin Tuhan, dan kedamaian akan terasa hingga terbitnya fajar. Di sisi lain, dalam rangkaian ayat-ayat puasa Ramadhan, disisipkan ayat yang mengandung pesan tentang kedekatan Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya serta janji-Nya untuk mengabulkan doa siapa pun yang dengan tulus berdoa (Q.s. al-Baqarah [2]: 186).
Dari hadis-hadis Nabi diperoleh pula penjelasan tentang keistimewaan bulan suci ini. Antara lain, disebutkan bahwa (artinya) “Siapa yang menegakkan bulan Ramadhan dengan penuh perhitungan, maka akan diampuni dosa-dosanya” (HR. Imam Bukhari dari Abu Huraerah) dan hadis Nabi yang menyatakan bahwa (artinya) “Apabila bulan Ramadhan telah tiba, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syaitan dirantai.” Namun, seandainya tidak ada keistimewaan bagi Ramadhan kecuali Lailat Al-Qadr, maka hal itu pada hakikatnya telah cukup untuk membahagiakan manusia.
Berbagai Keistimewaan Ramadhan tersebut tidaklah mudah untuk diraih melainkan memerlukan niat yang ikhlas hanya semata karena Allah Swt; tekad yang kuat untuk menghalau segala rintangan, semangat yang tinggi untuk memberikan kepercayaan pada diri sendiri, dan usaha yang sungguh-sungguh untuk dapat menggapai sesuatu. Di sisi lain, Nabi Muhammad saw. Pernah menyatakan: (artinya) ”Amal yang baik bukan ditentukan pada besarnya ataupun banyaknya melainkan ditentukan oleh kesinambungan amal tersebut sekalipun kecil dan sedikit.” Oleh karena itu, untuk meraih keistimewaan bulan Ramadhan mari beramal kedatipun sedikit tetapi dilakukan dengan berkesinambungan yang disertai dengan niat yang ikhlas, tekad yang kuat, semangat yang tinggi, dan usaha yang maksimal. Mari melaksanakan kewajiban puasa sampai ramadhan berakhir, mari membiasakan salat lima waktu tiada henti dan senantiasa berjama’ah, mari membiasakan membaca al-Qur’an, berzikir; berbuat baik kepada sesama, kapanpun di manapun dan kepada siapapun. Wa Allah A’lam bi al-Shawab!